PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Realita
pemungutan pajak pasti akan menemui berbagai hambatan. Bagi sebagian orang dan
pelaku dunia usaha, pajak merupakan sebuah beban yang akan mengurangi
pendapatan mereka. Penghindaran dan perlawanan terhadap pemungutan pajak
merupakan suatu bentuk hambatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya
penerimaan kas Negara. Bentuk perlawanan terhadap pajak terdiri dari dua yaitu
perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Besarnya utang pajak ditentukan oleh dua
komponen utama, yaitu jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak atau jumlah
yang dikenai pajak (tax base) dan tarif yang diteapkan terhadapnya (tax rates).
Terlepas dari kesadaran kewargaan dan solideritas nasional, juga terlepas dari
pengertiannya tenyang kewajibannya terhadap negara, pada sebagian terbesar
diantara rakyat tidak akan pernah meresapkewajibannya membayar pajak sedemikian
rupa, sehingga memenuhinya tanpa merasa terpaksa. Bahkan bila ada kemungkinan
sedikit saja, maka pada umumnya mereka cenderung untuk meloloskan diri dari
setiap pajak. Hal ini ternyata terjadi di setiap negara dan sepanjang masa.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengenaan
Tarif Pajak
Menurut
Rismawati Sudirman, SE., M.SA. dan Antong Amiruddin, SE., M.Si di bukunya
yang berjudul Perpajakan Pendekatan Teori dan Praktik di Indonesia (Salemba
Empat dua Media) mengemukakan pengertian tarif pajak yaitu:Tarif
pajak adalah ketentuan persentase (%) atau jumlah (rupiah) pajak yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak sesuai dengan dasar pajak atau objek pajak. (2012:9)
Besarnya
utang pajak ditentukan oleh dua komponen utama, yaitu jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau jumlah yang dikenai pajak (tax base) dan tarif yang
diteapkan terhadapnya (tax rates). Oleh karena itu, untuk menentukan besarnya
pajak dapat digunakan rumus :
|
T
adalah besarnya utang pajak (tax)
Tb
adalah dasar pengenaan pajak (tax base)
Tr
adalah tarif pajak (tax rates)
Dengan
demikian, terhadap suatu obyek pajak yang nilai dasar pengenaannya sama akan
dikenakan utang pajak yang berbeda apabila tarif pajaknya berbeda, atau suatu
obyek pajak yang nilai dasar pengenaannya berbeda, dapat menghasilkan jumlah
utang pajak yang sama apabila tarif yang diterapkan berbeda pula. Ada beberapa
macam tarif pajak, yaitu :
1.
Tarif
sebanding/proporsional
Tarif
berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah dikenai pajak sehingga
besarnya pajak yang terhutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai
pajak. Tarif Pajak yang berlaku untuk Pajak
Penghasilan di Indonesia adalah tarif
progressif sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.
Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku
tarif pajak proporsional yaitu 10%.
Contoh
: Untuk pewnyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10%.
2.
Tarif
tetap
Tarif
berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh
:Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun
adalah Rp.6.000,00
3.
Tarif
Progresif
Adalah
tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin
meningkatnya dasar pengenaan pajak.
Contoh
:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
- sampai dengan Rp.25.000.000,00 5%
- di atas 25 juta sampai dengan 50 juta 10%
- di atas 50 juta sampai dengan 100 juta 15%
- di atas 100 juta sampai dengan 200 juta 25%
- di atas 200 juta 35%
Tarif
progresif dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Tarif
Progresif-Proporsional, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin
meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase
tersebut adalah tetap.
· Contoh:
No.
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Kenaikan
% Tarif
|
1
|
sampai
dengan Rp10.000.000,00
|
15%
|
-
|
2
|
Di
atas Rp10.000.000,00 s/d Rp25.000.000,00
|
25%
|
10%
|
3
|
di
atas Rp25.000.000,00
|
35%
|
10%
|
Tarif
Progresif-Proporsional pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung Pajak
Penghasilan. Tarif ini diberlakukan mulai tahun 1984 sampai dengan tahun 1994.,
dan diatur dalam Pasal 17 UU N0. 7 Tahun 1983.
b. Tarif
Progresif-Progresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin
meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase
tersebut juga semakin meningkat.
· Contoh:
No.
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Kenaikan
% Tarif
|
1
|
sampai
dengan Rp25.000.000,00
|
10%
|
-
|
2
|
Di
atas Rp25.000.000,00 s/d Rp50.000.000,00
|
15%
|
5%
|
3
|
di
atas Rp50.000.000,00
|
30%
|
15%
|
Tarif
Progresif-Progresif pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung Pajak
Penghasilan. Tarif ini diberlakukan mulai tahun 1995 sampai dengan
tahun 2000, dan diatur dalam Pasal 17 UU No. Tahun 1994. Mulai tahun 2001,
tarif ini masih diberlakukan tetapi hanya untuk Wajib Pajak badan dan bentuk
usaha tetap, dengan perubahan pada dasar pengenaan pajak sebagai berikut:
No.
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Kenaikan
% Tarif
|
1
|
sampai
dengan Rp50.000.000,00
|
10%
|
-
|
2
|
Di
atas Rp50.000.000,00 s/d Rp100.000.000,00
|
15%
|
5%
|
3
|
di
atas Rp100.000.000,00
|
30%
|
15%
|
c. Tarif
Progresif-Degresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin
meningkat denag meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase
tersebut semakin menurun.
· Contoh:
No.
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Kenaikan
% Tarif
|
1
|
Rp50.000.000,00
|
10%
|
-
|
2
|
Rp100.000.000,
00
|
15%
|
5%
|
3
|
Rp200.000.000,00
|
18%
|
3%
|
4.
Tarif
Decresif
Tarif Pajak DegresifTarif pajak degresif
adalah persentase tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase
yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi
semakin besar.
Contoh : Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
Penghasilan
|
Tariff
pajak
|
s/d
Rp 10,000,000.00
|
30%
|
Diatas
Rp 10,000,000,00 s/d Rp. 50,000,000,00
|
28%
|
Diatas
Rp. 50,000,000.00 s/d 100,000,000,00
|
26%
|
Diatas
100,000,000,00
|
24%
|
Tarif
Degresif ( menurun ) terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Degresif-Proporsional
2. Degresif-Degresif
3. Degresif-Progresf.
1.
Degresif-Proporsional
Adalah
tarif yang prosentasenya semakin menurun (kecil ) jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat, dan besarnya penurunan dari tarifnya adalah sama besar.
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Pajak yang terhutang
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Pajak yang terhutang
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
Tarif
|
Jumlah
Pajak
|
Rp
10.000.000
|
s.d
Rp 10.000.000 = 25%
|
-
|
Rp
2.500.000
|
Rp
20.000.000
|
s.d
Rp 20.000.000 = 20%
|
5%
|
Rp
4.000.000
|
Rp
30.000.000
|
s.d
Rp 30.000.000 = 15%
|
5%
|
Rp
4.500.000
|
Rp
40.000.000
|
Diatas
Rp 30.000.000 = 10%
|
5%
|
Rp
4.000.000
|
2.
Degresif-Degresif
Adalah
tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat,
dan besarnya penurunan tarifnya semakin kecil.
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Pajak yang terhutang
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
Tarif
|
Jumlah
Pajak
|
Rp
10.000.000
|
s.d
Rp 10.000.000 = 40%
|
-
|
Rp
4.000.000
|
Rp
20.000.000
|
s.d
Rp 20.000.000 = 25%
|
15%
|
Rp
5.000.000
|
Rp
30.000.000
|
s.d
Rp 30.000.000 = 15%
|
10%
|
Rp
4.500.000
|
Rp
40.000.000
|
Diatas
Rp 30.000.000 = 10%
|
5%
|
Rp
4.000.000
|
3.
Degresif-Progresif
Adalah
tarif pajak yang prosentasenya semakin kecil, jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat dan besarnya penurunan tarifnya semakin besar.
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan
Tarif
Pajak yang terhutang
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
PenurunanTarif
|
Jumlah
Pajak
|
Rp
10.000.000
|
s.d
Rp 10.000.000 = 40%
|
-
|
Rp
4.000.000
|
Rp
20.000.000
|
s.d
Rp 20.000.000 = 35%
|
5%
|
Rp
7.000.000
|
Rp
30.000.000
|
s.d
Rp 30.000.000 = 25%
|
10%
|
Rp
7.500.000
|
Rp
40.000.000
|
Diatas
Rp 30.000.000 = 10%
|
15%
|
Rp
4.000.000
|
2.2 Perlawanan terhadap
Pajak
Realita
pemungutan pajak pasti akan menemui berbagai hambatan. Bagi sebagian orang dan
pelaku dunia usaha, pajak merupakan sebuah beban yang akan mengurangi
pendapatan mereka. Penghindaran dan perlawanan terhadap pemungutan pajak
merupakan suatu bentuk hambatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya
penerimaan kas Negara.
Dari
sisi ekonomi, pajak dapat dipandang sebagai sesuatu yang membebani, sesuatu
yang dapat mengurangi kemampuan atau daya beli masyarakat. Apabila pajak
dipandang dari sudut ini saja, maka pajak dapat dipandang sabagai sesuatu yang
tidak menguntungkan. Sesuatu yang tidak menguntungkan biasanya selalu ada upaya
untuk menghindarinya. Banyak orang yang lebih mementingkan kepentingan individu
daripada kepentingan bersama, oleh karena itu menyebabkan kecenderungan
seeorang merasa berat memenuhi kewajiban pajaknya dan melakukan perlawanan.
Perlawanan terhadap pajak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.
Perlawanan
Pasif
Perlawanan
pajak jenis ini terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan
pajak. Perlawanan ini tidak dilakukan secara aktif ataupun agresif oleh wajib
pajak, melainkan sebaliknya. Hambatan tersebut erat hubungannya dengan struktur
ekonomi suatu negara. Perkembangan intelektualitas dan pendidikan serta moral
dari rakyat dan adanya sistem perpajakan yang tidak mudah untuk diterapkan pada
masyarakat yang bersangkutan. Sebagai contoh ada seorang wajib pajak yang aktif
membayar pajak sesuai ketentuan, akan tetapi wajib pajak tersebut melihat ada
wajib pajak lain yang tidak mau membayar pajak dan tidak ada tindakan atau
sangsi yang dijatuhkan. Hal ini kemudian menyebabkan keraguan dan keengganan
wajib pajak yang lain untuk membayar pajak.
2.
Perlawanan
Aktif
Perlawanan
aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan
terhadap fiscus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Ada beberapa
macam perlawanan aktif, yaitu :
A. Penghindaran
diri dari pajak (misal, produk kosmetik dikenankan PPN dan PPn BM, maka orang
dapat menghindari pajak dengan tidak membeli atau memakainya)
B. Mengelakkan
pajak (misal, agar tidak terkena bea masuk yang tinggi termasuk juga PPN dan
PPn. BM maka impor terhadap mobil mewah dilaporkan di dalam dokumen sebagai
impor spareparts mobil bekas, sehingga pajaknya rendah).
C. Melalaikan
pajak (misal, tidak membayar pajak sebagaimana mestinya).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada
beberapa macam tarif pajak, yaitu :
1. Tarif
yang sebanding (Proporsional)
Tarif dengan prosentase tunggal
yang dikenakan terhadap suatu obyek pajak berapapun nilainya (prosentase pajak
tetap)
2. Tarif
pajak yang meningkat (Progresif)
Tarif
yang prosentase pengenaan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus
dikenakan pajak.
Tarif
progresif ini dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Tarif Proporsional
Progresif
Jika
prosentase pungutan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus
dikenakan pajak. Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan
marginal) adalah tetap.
b. Tarif Degresif
Progresif
Jika
prosentase pemungutan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus
dikenakan pajak. Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan
marginal) semakin menurun.
c. Tarif Progresif
– Progresif
Tarif
yang prosentase pemungutannya semakin naik, maka semakin besar jumlah yang
harus dikenakan pajak. Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu
(kenaikan marginal), setiap kali selalu naik.
3. Tarif yang Tetap
Tarif
yang besarnya tetap, tidak tergantung kepada suatu jumlah tertentu. Sebagai
contoh adalah Bea Materai untuk kwitansi setiap pembayaran yang berjumlah lima
ribu rupiah atau lebih dikenakan bea materai sepuluh rupiah.
Perlawanan
terhadap pajak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Perlawanan
Pasif
Perlawanan
pajak jenis ini terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan
pajak. Perlawanan ini tidak dilakukan secara aktif ataupun agresif oleh wajib
pajak, melainkan sebaliknya. Hambatan tersebut erat hubungannya dengan struktur
ekonomi suatu negara.
2. Perlawanan
Aktif
Perlawanan
aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan
terhadap fiscus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
DAFTAR PUSTAKA
file.upi.edu/Direktori/.../HO_4_PAJAK.docx
http://ziajaljayo.blogspot.com/2012/02/tarif-pajak-degresif.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar