HAKIKAT PENDIDIKAN
A.Pengertian Hakikat dan Hakekat Pendidikan
Hakekat pendidikan adalah membebaskan. pendidikan haruslah
mencermati realitas sosial. Pendidikan tidaklah dibatasi oleh metode dan
tekhnik pengajaran bagi anak didik. Pendidikan untuk kebebasan ini tidak hanya
sekedar dengan menggunakan proyektor dan kecanggihan sarana tekhnologi lainnya
yang ditawarkan seseuatu kepada peserta didik yang berasal dari latar belakang
apapun. Namun sebagai sebuah praksis sosial, pendidikan berupaya memberikan
bantuan membebaskan manusia di dalam kehidupan objektif . Ki Hajar Dewantara
juga berpendapat bahwa pendidikan seharusnya memerdekakan.
Melihat pendidikan dan prosesnya kepada manusia, sebetulnya
pendidikan itu sendiri adalah sebagai suatu proses kemanusiaan dan pemanusiaan.
Istilah kemanusiaan secara leksikal bermakna sifat-sifat manusia, berperilaku
selayaknya perilaku normal manusia, atau bertindak dalam logika berpikir
sebagai manusia. Pemanusiaan secara leksikal bermakna proses menjadikan manusia
agar memeliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, manusia dalam makna
seutuhnya. Artinya dia menjadi riil manusia yang mampu menjalankan tugas pokok
dan fungsinya secara penuh sebagai manusia. Kata Latin untuk mendidik adalah
educare yang berarti menarik keluar dari, dan ini boleh diartikan usaha
pemuliaan. Kata educare memberi arah kepada pemuliaan manusia, atau pembentukan
manusia . Dalam pengertian sederhana secara leksikal education (pendidikan)
adalah suatu proses pembebasan untuk membuat manusia lebih manusiawi. Manusiawi
berarti manusia yang lebih mulia, yang keluar dari ketertindasan dan kebodohan.
B.MANFAAT DAN FUNGSI PENDIDIKAN
Mengenyam
pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakui oleh pendidikan negara
adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Mulai dari anak tukang sapu
jalan, anak tukang dagang martabak mesir, anak tukang jambret, anak pak tani,
anak bisnismen, anak pejabat tinggi negara, dan sebagainya harus bersekolah
minimal selama 9 tahun lamanya hingga lulus SMP.
Manfaat dan Fungsi Belajar di Sekolah dan di
Perguruan Tinggi :
1.
Melatih Kemampuan Kemampuan Akademis Anak (Biar
Pintar)
Dengan melatih serta mengasah kemampuan menghafal, menganalisa, memecahkan
masalah, logika, dan lain sebagainya maka diharapkan seseorang akan memiliki
kemampuan akademis yang baik. Orang yang tidak sekolah biasanya tidak memiliki
kemampuan akademis yang baik sehingga dapat dibedakan dengan orang yang
bersekolah. Kehidupan yang ada di masa depan tidaklah semudah dan seindah saat
ini karena dibutuhkan perjuangan dan kerja keras serta banyak ilmu pengetahuan.
2.
Menggembleng dan Memperkuat Mental, Fisik dan
Disiplin
Dengan mengharuskan seorang siswa atau mahasiswa datang dan pulang sesuai
dengan aturan yang berlaku maka secara tidak langsung dapat meningkatkan
kedisiplinan seseorang. Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa
seorang siswa untuk belajar secara terus-menerus akan menguatkan mental dan
fisik seseorang menjadi lebih baik.
3.
Memperkenalkan Tanggung Jawab
Tanggung jawab seorang anak adalah belajar di mana orangtua atau wali yang
memberi nafkah. Seorang anak yang menjalankan tugas dan kewajibannya dengan
baik dengan bersekolah yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara,
famili, dan lain-lain.
4.
Membangun Jiwa Sosial dan Jaringan Pertemanan
Banyaknya teman yang bersekolah bersama akan memperluas hubungan sosial seorang
siswa. Tidak menutup kemungkinan di masa depan akan membentuk jaringan bisnis
dengan sesama teman di mana di antara sesamanya sudah saling kenal dan percaya.
Dengan memiliki teman maka kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan dasar
manusia dapat terpenuhi dengan baik.
5.
Sebagai Identitas Diri
Lulus dari sebuah institusi pendidikan biasanya akan menerima suatu sertifikat
atau ijazah khusus yang mengakui bahwa kita adalah orang yang terpelajar,
memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan
orang yang tidak berpendidikan dalam suatu lowongan pekerjaan kantor, maka
rata-rata yang terpelajarlah yang akam mendapatkan pekerjaan tersebut.
6.
Sarana Mengembangkan Diri dan Berkreativitas
Seorang siswa dapat mengikuti berbagai program ekstrakurikuler sebagai pelengkap
kegiatan akademis belajar mengajar agar dapat mengembangkan bakat dan minat
dalam diri seseorang. Semakin banyak memiliki keahlian dan daya kreativitas
maka akan semakin baik pula kualitas seseorang. Sekolah dan kuliah hanyalah
sebagai suatu mediator atau perangkat pengembangan diri. Yang mengubah diri
seseorang adalah hanyalah orang itu sendiri. Memang proses belajar manusia
sangat lama dan panjang. Bayangkan saja jika sekolah dasar (SD) memakan waktu 6
tahun, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas selama 6 tahun, di
perguruan tinggi selama 4 tahun makan waktu yang diperlukan untuk meraih gelar
sarjana yaitu sekitar kurang lebih 16 tahun.
C.KEBUTUHAN
MANUSIA TERHADAP PENDIDIKAN
Hampir semua
orang dikenai pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Sebab pendidikan tidak
pernah terpisah dari kehidupan manusia. Tidak dibedakan apakah sudah tua atau
anak-anak, dewasa atau remaja, sudah uzur atau balita. Semuanya sama. Sama-sama
dilibatkan atau melibatkan diri dalam pendidikan.
Ada 3 peran pendidikan yang harus digapai oleh
anak manusia seoptimal dan semaksimal mungkin selama hidup:
- Setiap insan haruslah mampu memanusiakan
dirinya. Setiap insan hendaklah dapat meninggikan harkat kemanusiaan.
Menunjukkan secara nyata bahwa mereka manusiawi. Binatang hidup dengan
insting, atau naluri. Insting, atau naluri adalah suatu pembawaan sejak
lahir yang tidak perlu dipelajari terlebih dahulu. Yang termasuk insting
manusia antara lain sikap melindungi anak, rasa cinta terhadap anak, bayi
menangis, kemampuan menyusu air susu ibu, dan merasakan kehangatan dekapan
ibu. Seiring dengan perkembangan pikiran anak manusia tersebut, semakin
berkembang pulalah sikapnya terhadap keluarga dan lingkungan. Orang tua
sangat berperan mengarahkan anak ini menuju kesempurnaan pada tiap tahap
kehidupannya, dan juga sangat dominan meningkatkan hidup sang anak dari
cara yang alamiah menjadi berbudaya.
2. Setiap
insan harus berhasil membudayakan dirinya. Sebenarnya manusia itu memiliki
perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan ke arah yang lebih baik yang
dipunyai manusia merupakan modal utama menuju cara hidup yang lebih layak. Cara
hidup yang sudah berhasil dikembangkan oleh manusia itu dinamakan budaya.
Begitulah manusia dibebani tanggung jawab pada
tiap dimensi tubuhnya. Tanggung jawab itu berupa mengisi tiap dimensi agar
tumbuh ke arah kesempurnaan. Supaya tujuan tanggung jawab ini tercapai secara
baik maka tiap dimensi mestilah didasari oleh kebudayaan.
Ada lima komponen utama kebudayaan, yaitu
gagasan, ideologi, norma, teknologi, dan benda. Komponen satu sampai empat
bersifat abstrak, sedangkan terakhir bersifat konkrit. Komponen gagasan
misalnya tentang penegakan syariat islam dan kembali ke surau. Komponen
ideologi misalnya ideologi Pancasila, Pluralisme, dan Islam. Contoh-contoh
norma antara lain sikap hormat kepada orang tua, menghargai pendapat orang
lain. Teknologi misalnya teknologi hujan buatan, prinsip pembanguan jalan
layang, prinsip membuat kendaraan yang digerakkan oleh energi matahari.
Kebudayaan erat kaitannya dengan pendidikan.
Kebudayaan diwujudkan setelah adanya pendidikan. Pendidikan yang baik
menghasilkan kebudayaan yang baik. Sebaliknya pendidikan yang tidak berkualitas
berdampak pada kebudayaan yang bobrok. Jadi Pendidikan membuat orang berbudaya.
Pendidikan dan budaya ada bersama dan saling
memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu.
Dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidik
orang tersebut.
Mendidik orang berarti meningkatkan mutu
jasmani dan rohani orang tersebut menuju kondisi yang lebih sempurna lagi
bermartabat. Disamping itu mendidik orang sekali gus berarti mempertahankan
kebudayaan yang telah ada. Berbicara mengenai mempertahankan kebudayaan ini
menyangkut memelihara kelanjutan hidup manusia.
3. Setiap
insan harus berupaya memelihara kelanjutan hidupnya.
Cara hidup yang sudah ada diupayakan untuk
dipertahankan. Yang dipelihara itu adalah kuantitasnya. Jika seorang menejer
yang baru diangkat sudah mempunyai aset perusahaan senilai sembilan ratus juta
rupiah. Tugas pokoknya yaitu memelihara aset ini agar tidak mengalami
penyusutan.
Disamping kuantitas, yang tidak kalah penting
untuk dipertahankan yaitu kualitasnya. Kualitas ialah mutu hidup dan kehidupan.
Bila dalam bulan ini seorang anak dapat makan empat sehat lima sempurna, dimana
selain daging, sayur, nasi, dan buah, ditambah pula dengan susu, sehingga
dengan susu mutu makanan yang masuk lebih terjamin, pada bulan-bulan mendatang
ini sebaiknya terus dipelihara.
Segala bentuk ril kuantitas dan kualitas hidup
apabila dipandang dari aspek pendidikan modern ada dua paradigma:
- manusia yang belum sampai ke taraf seperti
itu dibekali dengan ilmu, baik ilmu mengenai aspek kejasmanian ataupun
aspek kerohanian, dan
- yang telah berjalan di atasnya, agar terus
mengembangkan.
Dimensi apapun dari dimensi-dimensi manusia
berupayalah selalu agar apa yang sudah ada dapat pula dikembangkan. Sehingga
semakin tercipta keadaan yang lebih bagus, budaya yang lebih baik pada dimensi
yang bersangkutan. Dimensi yang sudah mapan diupayakan untuk terus dimekarkan,
sementara yang belum mapan perlu dibekali dengan alat berupa ilmu. Pemekaran
dimaksud supaya tercipta ilmu baru. Ilmu baru artinya budaya yang makin
berkemajuan. Pembekalan dengan ilmu ditujukan agar tercapai titik kemapanan.
Kemapanan dan budaya yang makin berkemajuan adalah sasaran akhir pada
tiap pendidikan di setiap dimensi manusia. Tak dibedakan manusia jenis apakah
ia. Selagi ia bernama manusia dan dilahirkan dari perut manusia maka ia berhak
memperoleh hasil pendidikan seperti ini.
Kata John Dewey, makhluk hidup memelihara
kelanjutan hidupnya agar tercipta pembaruan dalam dirinya. Pembaruan hanya
dapat berlaku, manakala manusia sebagai subjek kehidupan berani try and try,
coba dan mencoba. Hal yang baru yang didapati dari pengalaman yang banyaklah
yang akan menghasilkan pembaruan yang berkualitas. Pengalaman yang banyak
adalah akibat sering melakukan percobaan, tidak sedikit mengembangkan
pengamatan dan penelitian di samping tetap mempertahankan yang sudah dimiliki.
filsafat
pendidikan merupakan terapan dari filsafat, maka filsafat pendidikan memiliki
berbagai aliran atau mazhab, di antaranya :
1. Filsafat
pendidikan idealisme
Idealisme
berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau
intelegensi. Termasuk dalam paham idealisme adalah spiritualisme, rasionalisme,
dan supernaturalisme. Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan bahwa
pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap karena
dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya yang menyimpang dari
kenyataan sebenarnya. Selain itu, menurut pandangan idealisme, nilai adalah
absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik atau jelek secara
fundamental tidak berubah, melainkan tetap dan tidak diciptakan manusia.
Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, di mana tujuan itu
berada di luar kehidupan manusia, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita,
manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi yang berasal dari
Tuhan.
2. Filsafat
pendidikan realisme
Aliran ini
berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan hakikat yang asli dan
abadi. Kneller membagi realisme menjadi dua :
Realisme
rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar pikiran
yang mengamatinya, terdiri dari realisme klasik dan realisme religiu Realisme
natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal
manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas,sebab akibat,
serta aturan-aturan alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri.
3. Filsafat
pendidikan materialisme
Materialisme
berpandangan bahwa realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual, atau
supernatural. Cabang materialisme yang banyak dijadikan landasan berpikir
adalah positivisme yang menganggap jika sesuatu itu memang ada, maka adanya itu
adalah jumlah yang dapat diamati dan diukur. Oleh karena itu, positivisme
hanyamempelajari yang berdasarkan fakta atau data yang nyata.
4. Filsafat
pendidikan pragmatisme
Pragmatisme merupakan
aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak, tidak doktriner, tetapi
relatif atau tergantung pada kemampuan manusia. Dalam pragmatisme, makna segala
sesuatu dilihat dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan, atau benar
tidaknya suatu ucapan, dalil, dan teori, semata-mata bergantung pada manusia
dalam bertindak. Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan proses
pembentukan dari luar dan juga bukan pemerkahan kekuatan laten dengan
sendirinya, melainkan proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman
individu
.5. Filsafat
pendidikan eksistensialisme
Eksistensialisme
adalah aliran yang menekankan pilihan kreatif, subjektivitas pengalaman
manusia, dan tindakan konkret dari keberadaan manusia atas setiap skema
rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Menurut eksistensialisme,
pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas,
interpretasinya terhadap realitas, dan pengetahuan yang diberikan di sekolah
bukan sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan, tetapi untuk alat pekembangan
dan pemenuhan diri secara pribadi.
6. Filsafat
pendidikan progresivisme
Progresivisme
adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah berpusat pada anak, sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang
masih berpusat pada guru atau bahan pelajaran yang didasari oleh filosofi
realisme religius dan humanisme. Progresivisme berpendapat tidak ada teori
realita yang umum, pengalaman bersifat dinamis dan temporal sehingga nilai pun
terus berkembang.
7. Filsafat
pendidikan esensialisme
Esensialisme
dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes skeptisisme dan
sinisme dari progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya/sosial. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah berasaskan
nilai yang telah teruji keteguhan dan kekuatannya sepanjang masa. Gerakan ini
bertumpu pada mazhab idealisme dan realisme.
8. Filsafat
pendidikan perenialisme
Perenialisme
adalah aliran yang berorientasi dari neo-thomisme dan memandang bahwa nilai
universal itu ada, pendidikan hendaknya dijadikan suatu pencarian dan penanaman
kebenaran nilai tersebut.
9. Filsafat
pendidikan rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
adalah paham yang memandang pendidikan sebagai rekonstruksi
pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Rekonstruksionisme
dapat dibedakan menjadi rekonstruksionisme individual dari John Dewey dan
rekonstruksionisme sosial dari George S. Counts yang keduanya adalah bersumber
pada pragmatism.
Melihat pendidikan dan prosesnya
kepada manusia, pendidikan itu sendiri adalah sebagai suatu proses kemanusiaan
dan pemanusiaan. Istilah kemanusiaan secara leksikal bermakna sifat-sifat
manusia, berperilaku selayaknya perilaku normal manusia, atau bertindak dalam
logika berpikir sebagai manusia. Pemanusiaan secara leksikal bermakna proses
menjadikan manusia agar memeliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa,
manusia dalam makna seutuhnya. Artinya dia menjadi riil manusia yang mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara penuh sebagai manusia.